BIDADARI
SUBUH
Oleh
: S. Rihanan

Ya, kisah ini kudapat dari kyai
Husni, imam mushola kecil nan sederhana di kampung kita. Tampaknya beliau juga
merasakan sensasi gelisah luar biasa kala menyimpan rahasia. Maka beliau urai
juga kisah itu kepadaku. Aku adalah orang kedua yang mendengarnya. Dan telinga
kalian, adalah pihak ketiga yang mendengarkannya. Jadi, kuharap kalian bisa
menikmati untaian kata yang akan segera kurajut.
Kisah ini dimulai di kala pagi masih
benar-benar buta, gelap gulita. Sejuk embun membasahi rerumputan liar di
sekeliling mushola kecil itu. Kemelut kabut juga masih setia menjadi selimut
yang membalut pagi tersebut. Di kala itulah seperti biasa, kyai Husni berjalan
pelan menyusuri jalan setapak dengan hiasan kembang kranthil di
kanan-kirinya, menuju mushola di ujung gang sana.
Langkah kaki tuanya yang tampak begitu
ringan melangkah, selalu terhenti tatkala melewati sebuah pos cangkruk yang
dibangun secara swadaya oleh para pemuda desa untuk dijadikan tempat nongkrong.
Dia mengehela nafas panjang, dan menebah dada. Hampir tiap pagi buta, selalu
dia dapati para pemuda yang tertidur lelap dengan ceceran kartu judi, papan
catur, dan bahkan botol berlabel vodka di sekitar mereka. Wajah tua yang
bersahaja itu selalu tampak gelisah ketika berjumpa dengan cangkruk itu.
Mulutnya komat-kamit melafalkan sesuatu, mungkin Astaghfirulloh, atau
mungkin Na’udzubillah!
Dia melanjutkan langkah, menembus
kabut dan hawa dingin yang menusuk. Ketika semua orang sedang menarik selimut
mereka untuk kedua kalinya, sang kyai dengan mantap menuju mushola walau hanya seorang
diri.
Mushola tampak sepi, dan memang
selalu sepi ketika beliau sampai di sana. Hanya kunang-kunang yang mulai berpulang,
dan jangkrik-jangkrik yang masih riuh mengerik menjadi teman setia yang
menyambutnya.
Dinyalakannya lampu mushola, seketika
terang menerawang memancar dari lampu 5 watt yang tergantung dengan balutan
debu. kemudian dia menuju ke almari tua yang sudah reot dan rapuh dimakan usia
dan rayap. Disambutnya tape recorder yang tersimpan di almari lalu dia
tekan tombol On. Tak lama,
pelan-pelan mulai terdengar suara orang mengaji, mengudara melalui corong tua
yang terpasang di atas atap mushola. Lantunan ayat-ayat suci meresapkan
kesejukan pagi itu ke dalam hati sang kyai. Selanjutnya, Sembari menuggu jam
shubuh tiba, beliau akan membasahi dirinya dengan air wudlu lalu duduk bersila
menghadap kiblat. Bibirnya bergerak-gerak melafadzkan dzikir untuk meresapkan
kesejukan lebih dalam ke dasar qolbunya.
Ketika jarum jam menunjukkan tepat
ke menit subuh yang ia tunggu, segera dia matikan tape lalu menggantinya
dengan suara serak tuanya, untuk mengajak orang-orang sholat subuh. Lantunan
adzan ia kumandangkan dengan semangat, membuat warga termasuk aku membuka mata
walau hanya sekejap dan kemudian menarik selimut untuk kedua kalinya,
meneruskan mimpi yang terjeda oleh suara adzan kyai Husni.
“Ei..malas benar jika pagi sebuta ini harus bangun dan berbasah-basahan
dengan air wudlu yang dingin menusuk daging”. Pikirku sembari membenamkan diri
semakin dalam ke dalam balutan selimut yang hangat.
Selesai adzan, beliau menuggu
beberapa saat untuk menanti jama’ah yang mau sholat subuh. Namun pagi itu sama
seperti pagi-pagi sebelumnya, hanya jangkrik dan kunang-kunang yang menemaninya
sholat subuh sendirian. Maka, diapun mengumandangkan iqomah.
Beliau menunaikan sholat subuh
sendirian. Namun sebelum diangkat tangannya untuk takbirotul ihrom, mendadak
ada yang datang dan berdiri di shof wanita. Sosok yang memakai mukena
putih bersih itu tampak cemerlang dengan cahaya samar. Kyai Husni menoleh, dan
berusaha memperhatikan wajah sosok itu, namun sia-sia. Wanita itu tertutup oleh
kain pembatas antara shof pria dan wanita.
Kyai Husni segera membaca istighfar,
tersadar dari rasa penasarannya yang dapat berujung maksiat. Segera dia menata
niat, kali ini sebagai imam dalam sholat subuh di pagi yang berkabut itu.
Selesai sholat, dia beranikan diri
untuk menyapa sosok misterius yang terlihat samar karena berada dibalik kain
pembatas itu.
“assalamu’alaikum”
“wa’alaikum salam”. Jawab sosok
itu dengan suara merdu diselingi desahan syahdu.
“ukhti siapa? Tampaknya bukan warga
sini”. Kyai Husni bertanya sembari menajamkan mata, mencoba menerka wajah yang
tampak dibalut cahaya samar temaram itu.
“aku bidadari, kyai”. Jawabnya
singkat
Dup! jantung kyai Husni seakan
berhenti. Kaget luar biasa.
“bb..bidadari?”. sahutnya kurang
percaya.
“iya, aku baru turun dari surga”
“benarkah? Mengapa kau ke dunia?”.
Masih dengan nada kurang percaya.
“karena aku cemburu”
“apa?”. Kyai Husni bingung.
“ya, aku cemburu pada wanita dunia”
“maksudnya?”
“wanita-wanita dunia dapat bersanding
dengan pria-pria sholeh. Sedangkan kami kesepian di surga”. Sosok yang mengaku bidadari itu menjelaskan.
Kyai Husni menggelengkan kepala
tanda tak percaya.
“apakah ukhti bergurau?”
“tidak kyai”
“apakah ukhti mengigau?”
“hehe”. Sosok itu tersenyum kecil
kemudian berkata. “aku sadar kyai, aku benar-benar kesepian di surga. Karena
sekarang surga masih sepi. Aku ingin seperti wanita-wanita sholehah di dunia,
yang mempunyai ketabahan dalam menjalankan ibadah dan menjaga kesucian, serta dapat
bersanding dengan pria-pria sholeh”.
“memangnya, apakah engkau ingin
menikah dengan manusia?”
“tentu tidak, aku tidak ingin
terburu-buru”
“lalu apa maumu?”
“bisa dekat dengan pria sholeh saja,
sudah membuatku senang. Maka, aku memilih momentum sholat berjama’ah agar bisa
dekat dengan mereka”.
“lalu, mengapa harus sholat subuh?
Bukankah kau akan kecewa? Seperti saat ini, kau hanya akan mendapati pria tua bangka
sepertiku”.
“hmm…karena aku menikmati kesejukan
yang ditawarkan subuh kala mentari masih malu memancar. Serta aku sangat menyukai
aura yang memancar dari wajah manusia-manusia yang memilih basah dengan air
wudlu, daripada terlelap dalam mimpi yang semu. Aku sudah terbiasa kecewa.
Kerapkali aku mampir ke mushola bahkan masjid agung, hanya aku dapati satu atau
dua orang sholeh. Bahkan tak jarang, aku hanya termenung sendiri di subuh yang
sunyi. Tapi aku tak peduli, tiap subuh, aku akan berkeliling ke mushola-mushola
di penjuru bumi untuk mencari kepuasan hati”. Penjelasannya masih diselingi
desahan-desahan syahdu.
Kyai Husni masih menggelengkan
kepala.
“maaf ukhti, aku masih belum bisa
mempercayai pengakuan ukhti”.
“aku juga tidak menuntut anda untuk
percaya kyai”. Selesai berucap, tiba-tiba sosok wanita itu memancarkan cahaya
yang menyilaukan, kemudian tubuhnya pecah menjadi ratusan kepingan seperti
kupu-kupu bercahaya yang terbang secara bergerombol.
Kyai Husni membelalakkan mata.
Mulutnya menganga tanda tak percaya dengan apa yang dia lihat. Wanita itu
berubah menjadi ratusan kupu-kupu yang bercahaya dan berputar-putar di dalam
mushola.
“aku pamit dulu kyai, kapan-kapan
aku akan mampir lagi ke mushola ini. Saya harap, ada banyak pria sholeh yang
sholat subuh di mushola teduh ini”. Terdengar suara menggema di antara gerombolan
kupu-kupu itu. Kemudian dalam sekejap, kupu-kupu itu berhamburan keluar
mushola, dan terbang tinggi ke langit.
Kyai Husni terpaku. Mulutnya tanpa
henti terus bertasbih.
Nah..itulah kisah yang diceritakan
kyai Husni kepadaku kawan. Entah cerita itu kenyataan atau rekaan, yang pasti
aku penasaran. Tidakkah kalian juga penasaran, bagaimana eloknya rupa bidadari
yang sering dilukiskan dalam ribuan kisah itu?
“mata jeli, paras cantik jelita,
dengan bibir merekah bak delima, rambut ikal menggeliat bak gelombang samudera,
pipi mulusnya yang merona, “hmmm“ jangan kau lupakan tubuh gemulainya yang
menegangkan mata, serta betis bulir padi yang dapat menggoda semua pria”. Aku
begitu bersemangat membayangkan postur tubuh bidadari yang selama ini hanya ada
dalam dunia khayalku.
Wajah-wajah pemuda di depanku
terlihat beraneka rupa setelah mendengar cerita dariku. Ada yang nyengir,
mencibir, dan ada juga yang manggut-manggut percaya. Tapi terserahlah. Entah
apa yang ada di benak kalian, yang penting aku akan ke mushola pagi ini untuk
shalat subuh. Agar dapat berjumpa dengan bidadari itu.
**
Setelah melewati malam yang
menggelisahkan, aku bergegas melesat menuju mushola ketika mendengar suara
serak kyai Husni mengumandangkan adzan. Tapi aku terkejut bukan kepalang.
Mushola yang biasanya lengang itu menjadi sesak pagi ini. Puluhan pemuda, yang
merupakan penghuni kampung sini tumpah ruah di mushola. Penasaran, akupun
bertanya.
“eh..ada apa?”
“mau lihat bidadari”. Jawab salah
seorang dari mereka.
“walah??”. Seingatku, tak banyak
telinga yang mendengar kisahku kala itu. Tapi sejak kapan kisah itu menyebar ke
telinga-telinga mereka semua?
Di tengah kesibukan akalku dalam merajut
keanehan ini, aku mulai merasa ganjil. Apakah mungkin kyai Husni berbohong,
mengarang kisah tentang bidadari itu agar pemuda-pemuda yang biasanya nongkrong
hingga pagi itu mau sholat subuh berjama’ah? Ah..entahlah. aku hanya termenung menuggu
waktu sholat subuh tiba, sambil mengamati seekor kupu-kupu yang sedikit aneh.
Warnanya putih bersih dan bersinar seperti kunang-kunang, terbang mengitari
mushola yang penuh sesak oleh jama’ah yang tidak mempedulikan kehadirannya.
“ah..mungkin itu hasil kawin silang
antara kupu-kupu dan kunang-kunang”. Pikirku tak peduli.
sumber gambar: menyentuhruhani.blogpot.com
Trenggalek, 11
desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar