PUASA DALAM RAYUAN KAPITAL

Namun
tampaknya, saat ini peringatan Rosululloh Saw diatas hanya menjadi angin lalu
bagi sebagian besar umat muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa. Banyak
diantara kita, umat yang sedang berpuasa terjangkit penyakit “amnesia makna
puasa”, atau lupa akan makna dan nilai puasa yang sebenarnya, yaitu untuk
menjaga panca indera dari godaan hawa nafsu.
Nafsu
yang seharusnya kita kendalikan, cenderung dibiarkan berkeliaran mencari
kepuasan. Mulut hanya ditahan untuk tidak makan dan minum, sementara gossip,
canda, dan perkataan tidak bermanfaat terus mengalir. Tempat-tempat hiburan
dipenuhi mata yang sedang dicuci dengan label ngabuburit. Kulit tubuh juga
tidak lepas dari kendali hawa nafsu yang minta ditutupi dengan baju baru,
mukena baru, atau sarung baru ketika puasa, terlebih jika lebaran tiba.
Perilaku-perilaku yang tidak mencerminkan nilai-nilai puasa ini menjadi bukti
bahwa penyakit amnesia akan makna dan nilai puasa sudah mewabah di negeri ini.
Nafsu konsumtif cenderung meningkat di bulan yang seharusnya menahan diri ini.
Namun
perilaku menyimpang ini bukan tanpa sebab. Jika kita mengamati, selain karena
tipisnya iman, perilaku ini juga disebabkan gencarnya “rayuan’ yang dilancarkan
para pemilik modal ( kapital ) dalam menjual dagangannya. Iklan-iklan spesial ramadhan
memenuhi setiap sudut layar televisi dan
disiarkan sebulan penuh dengan ajakan “berbukalah dengan produk kami”, “nikmati
berkah puasa dengan produk kami”, “puasa kurang komplet tanpa produk kami”, dan
rayuan-rayuan lainnya yang didesain sedikit lebih islami. Rayuan gombal kapital
inipun mampu mempengaruhi masyarakat untuk membeli dan membeli. Sedangkan
televisi saat ini, juga telah menjadi salah satu tokoh kapital yang merayu
masyarakat untuk terus menonton dan menonton. Berbagai program khusus ramadhan
ditayangkan dengan alasan menemani ibadah puasa umat muslim. Namun tujuan yang
sebenarnya tidak lain adalah rating yang tinggi. Sehingga mayoritas tayangan
special ramadhan itu tetap terfokus pada hiburan. Seperti acara gossip, musik,
dan humor yang diberi kemasan spesial ramadhan dimana presenternya “mendadak”
memakai jilbab, akan tetapi isi dari acara tersebut tetaplah hiburan seperti
biasanya. Dimana semua program ini justru dapat membimbing umat kearah yang
menjauhi makna sejati dari puasa.
Umat
yang seharusnya menyibukkan diri dengan aktifitas yang disukai Alloh seperti
mengaji, dirayu untuk mendengarkan musik. Waktu luang yang seharusnya digunakan
untuk beri’tikaf di masjid, dirayu untuk menonton infotainment. Sholat malam
yang biasanya menjadi teman sebelum sahur, digantikan oleh acara humor yang
setia menemani sampai pagi.
Rayuan-rayuan
gombal diatas benar-benar telah memberikan benturan keras terhadap masyarakat
yang sedang menjalankan ibadah puasa. Sehingga banyak diantaranya yang
mengalami amnesia makna puasa. Momen puasa dengan kondisi umat yang sedang
“amnesia” inipun menjadi sasaran empuk bagi kaum kapital untuk terus menumpuk dan mengeruk harta. Sedangkan
umat yang terkecoh akan terus belanja dan belanja, menonton dan menonton
tayangan yang tidak bermanfaat selama puasa. Semakin lama televisi dinyalakan,
semakin tinggi pula rating yang berujung pada semakin banyak pula harta yang
sampai pada sang pemilik modal.
Ironis
sekali, bulan puasa adalah bulan dimana umat diharuskan menahan diri dari hal
yang dapat membatalkan ataupun mengurangi nilai dan hikmah puasa. Dengan
keharusan ini, seharusnya televisi banyak yang dalam kondisi “off” atau
dimatikan, mal-mal sepi pengunjung karena masyarakat sedang belajar hidup
sederhana, tempat-tempat hiburan sepi karena pemuda dan pemudinya sedang
tadarus Alqur’an di masjid untuk menunggu buka puasa. Tetapi fakta yang
terlihat tidak demikian, justru sebaliknya. Televisi selama 24 jam setia menyala
untuk menemani umat berpuasa. Mal-mal semakin padat dibanjiri umat yang semakin
“gila” belanja. Tempa-tempat hiburan semakin penuh muda mudi yang sedang cuci
mata. Sayang sekali, rayuan kapital berhasil menjungkir balikkan makna puasa
yang sejati.
Akan
tetapi, belum terlambat jika kita ingin sembuh dari amnesia ini. Kesadaran akan
makna puasa yang sejati perlu kita tingkatkan. Bulan ramadhan adalah bulan yang
penuh berkah, ampunan, dan hikmah kehidupan. Puasa adalah ibadah yang dapat
melatih diri kita untuk mengendalikan hawa nafsu, bukan sebaliknya, kita yang
dikendalikan olehnya. Serta melatih diri untuk terbiasa bersikap sabar dan
tahan ujian. Sehingga kita benar-benar menjadi umat yang penuh kearifan dan
kesederhanaan dalam menjalani hidup. Dan yang paling penting, kita tidak
gampang terpengaruh oleh rayuan gombal kapital yang saat ini telah banyak
menguasai dan mengatur pola pikir masyarakat.
Maka
dari itu saudara muslim sekalian, marilah kita jadikan momen puasa ini sebagai
momen kesadaran. Sadar akan pentingnya menjaga diri dari ilusi yang sengaja
diciptakan kaum kapital untuk mengeruk harta kita. Tayangan televisi yang
berbau glamour, gossip, dan kekerasan perlu kita kaji secara kritis.
Iklan-iklan yang memuja produknya secara kelewatan perlu kita cermati secermat
mungkin akan manfaatnya bagi kita. Sehingga dengan begitu, kita dapat terhindar
dari sifat boros, ria, dan berlebihan.
Setelah
kita mampu mengendalikan hawa nafsu dan menjaga panca indera dari perilaku yang
tidak bermanfaat, semoga kesempurnaan manfaat dan hikmah puasa bisa kita
dapatkan. Dan ketika hari kemenangan tiba, jiwa kita menjadi putih bersih
seperti terlahir kembali (*)
sumber gambar: kvltmagz.com
#Rihan_Nan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar