Sabtu, 01 Februari 2014

Puasa Dalam Rayuan Kapital




                                  PUASA DALAM RAYUAN KAPITAL

            Apabila puasa hanya dimaknai sebatas pada menahan makan dan minum, maka hanya lapar dan dahaga sajalah yang akan didapatkan selama menjalankan puasa. Mungkin ini bisa menjadi penjelasan sederhana dari hadits riwayat Bukhari dan Abu Dawud yang berbunyi “barang siapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta dan bodoh, maka Alloh tidak membutuhkan makanan dan minuman yang mereka tinggalkan ( lapar dan dahaga mereka ).

            Namun tampaknya, saat ini peringatan Rosululloh Saw diatas hanya menjadi angin lalu bagi sebagian besar umat muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa. Banyak diantara kita, umat yang sedang berpuasa terjangkit penyakit “amnesia makna puasa”, atau lupa akan makna dan nilai puasa yang sebenarnya, yaitu untuk menjaga panca indera dari godaan hawa nafsu.

            Nafsu yang seharusnya kita kendalikan, cenderung dibiarkan berkeliaran mencari kepuasan. Mulut hanya ditahan untuk tidak makan dan minum, sementara gossip, canda, dan perkataan tidak bermanfaat terus mengalir. Tempat-tempat hiburan dipenuhi mata yang sedang dicuci dengan label ngabuburit. Kulit tubuh juga tidak lepas dari kendali hawa nafsu yang minta ditutupi dengan baju baru, mukena baru, atau sarung baru ketika puasa, terlebih jika lebaran tiba. Perilaku-perilaku yang tidak mencerminkan nilai-nilai puasa ini menjadi bukti bahwa penyakit amnesia akan makna dan nilai puasa sudah mewabah di negeri ini. Nafsu konsumtif cenderung meningkat di bulan yang seharusnya menahan diri ini.

            Namun perilaku menyimpang ini bukan tanpa sebab. Jika kita mengamati, selain karena tipisnya iman, perilaku ini juga disebabkan gencarnya “rayuan’ yang dilancarkan para pemilik modal ( kapital ) dalam menjual dagangannya. Iklan-iklan spesial ramadhan memenuhi setiap sudut  layar televisi dan disiarkan sebulan penuh dengan ajakan “berbukalah dengan produk kami”, “nikmati berkah puasa dengan produk kami”, “puasa kurang komplet tanpa produk kami”, dan rayuan-rayuan lainnya yang didesain sedikit lebih islami. Rayuan gombal kapital inipun mampu mempengaruhi masyarakat untuk membeli dan membeli. Sedangkan televisi saat ini, juga telah menjadi salah satu tokoh kapital yang merayu masyarakat untuk terus menonton dan menonton. Berbagai program khusus ramadhan ditayangkan dengan alasan menemani ibadah puasa umat muslim. Namun tujuan yang sebenarnya tidak lain adalah rating yang tinggi. Sehingga mayoritas tayangan special ramadhan itu tetap terfokus pada hiburan. Seperti acara gossip, musik, dan humor yang diberi kemasan spesial ramadhan dimana presenternya “mendadak” memakai jilbab, akan tetapi isi dari acara tersebut tetaplah hiburan seperti biasanya. Dimana semua program ini justru dapat membimbing umat kearah yang menjauhi makna sejati dari puasa.

            Umat yang seharusnya menyibukkan diri dengan aktifitas yang disukai Alloh seperti mengaji, dirayu untuk mendengarkan musik. Waktu luang yang seharusnya digunakan untuk beri’tikaf di masjid, dirayu untuk menonton infotainment. Sholat malam yang biasanya menjadi teman sebelum sahur, digantikan oleh acara humor yang setia menemani sampai pagi.

            Rayuan-rayuan gombal diatas benar-benar telah memberikan benturan keras terhadap masyarakat yang sedang menjalankan ibadah puasa. Sehingga banyak diantaranya yang mengalami amnesia makna puasa. Momen puasa dengan kondisi umat yang sedang “amnesia” inipun menjadi sasaran empuk bagi kaum kapital untuk  terus menumpuk dan mengeruk harta. Sedangkan umat yang terkecoh akan terus belanja dan belanja, menonton dan menonton tayangan yang tidak bermanfaat selama puasa. Semakin lama televisi dinyalakan, semakin tinggi pula rating yang berujung pada semakin banyak pula harta yang sampai pada sang pemilik modal.

            Ironis sekali, bulan puasa adalah bulan dimana umat diharuskan menahan diri dari hal yang dapat membatalkan ataupun mengurangi nilai dan hikmah puasa. Dengan keharusan ini, seharusnya televisi banyak yang dalam kondisi “off” atau dimatikan, mal-mal sepi pengunjung karena masyarakat sedang belajar hidup sederhana, tempat-tempat hiburan sepi karena pemuda dan pemudinya sedang tadarus Alqur’an di masjid untuk menunggu buka puasa. Tetapi fakta yang terlihat tidak demikian, justru sebaliknya. Televisi selama 24 jam setia menyala untuk menemani umat berpuasa. Mal-mal semakin padat dibanjiri umat yang semakin “gila” belanja. Tempa-tempat hiburan semakin penuh muda mudi yang sedang cuci mata. Sayang sekali, rayuan kapital berhasil menjungkir balikkan makna puasa yang sejati.

            Akan tetapi, belum terlambat jika kita ingin sembuh dari amnesia ini. Kesadaran akan makna puasa yang sejati perlu kita tingkatkan. Bulan ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, ampunan, dan hikmah kehidupan. Puasa adalah ibadah yang dapat melatih diri kita untuk mengendalikan hawa nafsu, bukan sebaliknya, kita yang dikendalikan olehnya. Serta melatih diri untuk terbiasa bersikap sabar dan tahan ujian. Sehingga kita benar-benar menjadi umat yang penuh kearifan dan kesederhanaan dalam menjalani hidup. Dan yang paling penting, kita tidak gampang terpengaruh oleh rayuan gombal kapital yang saat ini telah banyak menguasai dan mengatur pola pikir masyarakat.

            Maka dari itu saudara muslim sekalian, marilah kita jadikan momen puasa ini sebagai momen kesadaran. Sadar akan pentingnya menjaga diri dari ilusi yang sengaja diciptakan kaum kapital untuk mengeruk harta kita. Tayangan televisi yang berbau glamour, gossip, dan kekerasan perlu kita kaji secara kritis. Iklan-iklan yang memuja produknya secara kelewatan perlu kita cermati secermat mungkin akan manfaatnya bagi kita. Sehingga dengan begitu, kita dapat terhindar dari sifat boros, ria, dan berlebihan.

            Setelah kita mampu mengendalikan hawa nafsu dan menjaga panca indera dari perilaku yang tidak bermanfaat, semoga kesempurnaan manfaat dan hikmah puasa bisa kita dapatkan. Dan ketika hari kemenangan tiba, jiwa kita menjadi putih bersih seperti terlahir kembali (*)

sumber gambar: kvltmagz.com

#Rihan_Nan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar