MAKAM TAK BERJASAD
Minggu 2013
Nisan
tua dari kayu yang mulai rapuh itu tampak begitu mistis dengan asap kemenyan
yang senantiasa mengepul di sekelilingnya. Beberapa orang di luar pagar bambu
yang sengaja dibuat oleh juru kunci tampak begitu khusuk melafadzkan entah
mantra atau do’a, meminta berkah dari sang empunya makam. Makam eyang Panji.
Ya, eyang Panji adalah sosok yang dipercaya menjadi penghuni kuburan tua
dibawah pohon akasia raksasa di hutan selatan kampungku.
Tidak
ada yang mengenal secara pasti siapa eyang Panji. Hanya desas-desus yang
kudengar, siapa saja yang berdo’a di kuburan tua ini, maka segala do’anya akan
dikabulkan.
Ceritanya
bermula ketika suatu masa Pardi mengaku bermimpi didatangi oleh seseorang renta
memakai pakaian serba putih, mengaku benama eyang Panji. Orang renta itu
mengatakan bahwa siapapun yang mau menjaga dan berkunjung kepada jasadnya, maka
dia akan membantu menyampaikan do’anya kepada Tuhan yang agung, agar segera
dikabulkan. Orang renta itu juga menunjukkan di mana tempat jasadnya dikubur.
Pagi
harinya, setelah mendapat mimpi tersebut, Pardi segera meluncur ke tengah hutan
di sebelah selatan desanya. Dia menerobos semak belukar dan rerimbunan pohon di
hutan yang jarang disambangi manusia tersebut. Ketika dia sampai di sebuah
pohon akasia besar, dengan cabangnya yang membentang bak tangan raksasa,
lengkap dengan serabut akarnya yang menjalar ke segala penjuru mata angin,
Pardi menemukan sepasang nisan yang tertancap di bawah tumpukan daun kering.
Sejak
saat itu, Pardi selalu merawat makam yang dianggapnya keramat. Selama menjadi juru
kunci di kuburan eyang Panji, Pardi sering mendesuskan kabar kepada penduduk
desa, bahwa dia sering mengalami kejadian aneh. Perihal eyang Panji yang sering
datang pada mimpinya, perihal do’anya yang sering dikabulkan, perihal
penyakitnya yang sembuh setelah berkunjung ke makam tersebut, dan
perihal-perihal lain yang bersifat ghaib.
Tak
khayal, berita tentang kemanjuran makam eyang Panji segera menyebar ke seantero
desa, bahkan sampai ke desa-desa tetangga. Perlahan, semakin banyak warga yang
menyambangi makam tersebut. Tujuannya, untuk meminta do’a, agar dilancarkan
rezeki, didekatkan jodohnya, atau disembuhkan penyakitnya.
Dan
sekarang, meski sudah lebih dari lima puluh tahun semenjak Pardi menemukan
makam itu, para peziarah semakin ramai mendatangi. Sementara Pardi yang sudah
tua renta, tak punya daya untuk menjaga makam. Dia berniat Mewariskan posisi
sebagai juru kunci kepada seseorang. Dan seseorang itu adalah aku. Ya, pemuda
yang hampir menjadi gelandangan. Dulu ketika masih bocah, bapakku berkisah
bahwa Pardi dulunya adalah tetangga kami. Namun pasca dia menemukan kuburan
eyang Panji, Pardi memilih membangun gubuk di dekat makam, dan hidup dari
sumbangan yang diberikan para peziarah.
Kini,
setelah bapakku meninggal, hiduplah aku sebatang kara. Aku menjadi pemuda yang
kesepian, pengangguran, jodohpun menjauhiku yang hampir seperti gelandangan.
Apa daya, dalam keputus-asaan, kakiku melangkah ke kuburan eyang Panji.
Berharap ada kekuatan ghaib yang dapat merubah jalan hidupku. Namun
berminggu-minggu, sampai berbulan-bulan, tak jua nasibku berubah. Padahal
selama itu aku menetap dan tidur di dekat makam eyang Panji.
Dan hari
ini, Pardi memanggilku dan menjamuku di gubuk sederhananya. Dia berujar bahwa
melihat sesuatu dari diriku. Sesuatu yang menurutnya membuatku pantas untuk
menggantikannya menjadi juru kunci kuburan tua ini.
“sungguhkah
kau ingin mengubah nasibmu?”. Ia bertanya.
Aku
sedikit bingung. “iya ki..”. namun ku jawab dengan terus terang.
“bapakmu
adalah temanku. Tidak tega aku melihat hidupmu berantakan”.
“lalu,
apa yang akan ki Pardi lakukan untuk membantuku?”
“maukah
kau menggantikan aku menjadi juru kunci di makam eyang Panji ini?”
“maaf
ki, apakah aku pantas?”
“tenang
saja, pantaslah kurasa kau menggantikanku. Di sini, kau bisa hidup sejahtera.
Begitu melimpah harta yang disumbangkan para peziarah”
Aku sedikit
tergoda, “apa syarat yang harus kupenuhi ki?”
“hanya
satu, kau harus menjaga satu rahasia”.
“apa itu
ki?”. Aku penasaran, dan ki Samuji mulai berkisah di selingi suara batuknya
yang semakin parah.
**
Minggu
1963
Derap
kaki yang sedang berlari memecah keheningan malam di hutan tak bertuan di
selatan sebuah desa yang sedang terlelap. Nafas yang tersengal itu terdengar
putus asa, dengan darah yang mengucur dari pelipis kepala dan juga mulutnya.
Beberapa kali pria sekarat itu terjatuh, namun berusaha bangkit dengan sekuat
tenaga guna melanjutkan langkahnya. Sesekali dia menoleh ke belakang dengan
tatapan ketakutan.
Beberapa
ratus meter di belakangnya, lima pasang kaki juga berderap kencang dengan
pentungan dan parang di tangannya. Lima pria yang sedang terbakar amarah ini
berusaha menggapai dan menghabisi seorang pria di depannya.
“tangkap!
Potong lehernya!”. Terdengar teriakan kegeraman dari kerumunan pria tersebut.
“komunis
keparat!”
“atheis
laknat!”. Hujatan demi hujatan meluncur dari sekawanan manusia buas membelah
malam temaram.
Pria
sekarat dengan lumuran darah di sekujur tubuhnya itu sedikit bernafas lega. Ketika
Sampailah ia di sebuah desa yang sunyi, di saat pulasnya tidur para penghuni.
Dengan langkah terseok-seok pria itu menuju sebuah rumah reot di makan usia. Perlahan
dia mendekati pintu, dan langsung disambut oleh sang empunya rumah.
“ah..Panji,
apa yang terjadi?”. Tuan rumah tampak cemas, kemudian membaringkan tubuh pria
itu di atas tikar.
“di..pardi..!!
ambil air hangat!”. Tuan rumah memanggil anaknya.
“i..iya
pak!”. Pardi yang masih remaja muncul dengan sebaskom air hangat.
“Rahasiaku
bocor”. pria bernama Panji itu akhirnya mulai berucap dengan nafas sakratul
ajalnya yang tersengal.
“apa?”
“i..iya,
hati-hatilah. Jangan sampai mereka tahu kita pengikut partai komunis”. Pria itu
memperingatkan. Namun tak lama, nafasnya yang tersengal mendadak tenang. Ayah Pardi
menggoyang-goyagkan tubuhnya, namun tak ada respon. Pria itu mati!
“di..Pardi.
kau harus merahasiakan ini”. Sang Ayah meminta.
Pardi
masih terlihat heran. “bb..baik pak”. Dan dia hanya bisa menurut.
Akhirnya
di tengah malam yang temaram dengan pancaran bulan sabit di atas awan, ayah dan
anak itu membopong jenazah Panji ke tengah hutan di selatan desa mereka.
Setelah sampai di bawah sebuah pohon akasia raksasa, mereka menggali liang
lahat untuk sang jenazah, lalu menguburkannya. Namun tiba-tiba…
“hei..!!
bangsat!!”. Sekawanan pria yang tadi mengejar Panji memergoki mereka.
“di..sembunyi”.
sang ayah mencabut parang dari sarungnya. Dan Pardi bergegas bersembunyi di
balik batang akasia raksasa, sembari menyaksikan pertarungan sang ayah dengan
segerombolan pria berang tersebut.
“matilah
kau musuh Tuhan..!”. sekawanan pria itu terus berteriak sembari menyabetkan parangnya.
Sementara ayah Pardi yang kalah jumlah hanya bisa mengayunkan parangnya ke
segala arah.
Pardi
gemetar tak berdaya melihat ayahnya terkapar bersimbah darah. Dalam kegelapan
malam dia saksikan pembantaian ayahnya oleh sekawanan pria yang tak ia kenal.
Tidak cukup sampai di situ, merekapun juga membongkar makam Panji, lalu
mengambil jasadnya dan melemparkannya ke atas jasad ayahnya. Kemudian salah
satu dari mereka membuka botol berisi bensin dan menyiramkan ke jasad yang
sudah tak berdaya. Dan…merekapun tersenyum lega melihat kobaran api
menghanguskan dua jasad musuh mereka.
Pardi memberanikan
diri keluar dari persembunyiannya setelah memastikan sekawanan manusia buas itu
sudah pergi jauh. Dia berusaha untuk menahan air matanya, namun sia-sia. Air
matanya bercucuran sembari menyaksikan abu jasad ayahnya dan Panji tertiup
angin malam yang dingin menusuk tulang.
Hidup
seorang diri membuat Pardi kebingungan dan kesepian. Tak tahu lagi apa yang
harus ia perbuat untuk mengisi perutnya. Setiap hari ia hanya mengharapkan iba
dari para tetangga agar memberinya makan. Ketika para tetangga bertanya kemana
perginya sang ayah, hanya ia jawab sedang merantau ke kota.
Hingga
pada akhirnya, ia punya satu cara untuk bertahan hidup. Ya, ia sebarkan kabar
bahwa di tengah hutan sana, ada makam keramat, makam eyang Panji! Pardi sendiri
yang memilih sebongkah kayu tua, untuk kemudian ia tancapkan ke kuburan Panji
yang sudah kosong! Tak disangka, caranya ini berhasil dengan gemilang.
Tak
peduli apakah do’a mereka benar-benar dikabulkan setelah menyambangi kuburan
yang sudah tak bertuan ini, namun pada kenyataannya, para peziarah semakin
ramai menyambangi.
**
Aku
tertegun mendengar cerita dari Pardi sang juru kunci. Hampir aku tidak percaya.
Tapi..ini cerita dari sang juru kunci. Aku hanya terdiam menatap para peziarah
yang sedang khusuk berkomat-kamit di sekeliling makam eyang Panji. Makam yang
sudah tak berjasad!
beneran gambar makame
BalasHapusMikimoto-Mens Titanium Wedding Rings for Men
BalasHapusMens titanium wedding black oxide vs titanium drill bits rings for men titanium hair dye and camillus titanium women. micro touch titanium trim The Mens ring was inspired burnt titanium by Japanese Wedding rings for men and women.