Sabtu, 01 Februari 2014

Filosofi si beo



                                                                   Burung Beo
            Tulisan ini sebenarnya adalah sedikit jawaban dari pertanyaan yang tiba-tiba muncul di benak penulis. Pertanyaan tentang “ketidaksesuaian” antara niat, kata, dan tindakan yang kerap dilakukan manusia. Contohnya seperti ini. Ketika mahasiswa ditanya, apakah kalian ingin menjadi orang yang pintar? Tentu semua akan menjawab iya (dan hati mereka pasti juga menjawab iya). Namun pertanyaannya adalah, mengapa masih banyak mahasiswa yang melakukan perbuatan orang bodoh? Seperti mbolos, plagiat, dll. Bukankah ini aneh, hati dan ucapan ingin pintar tapi malah melakukan perbuatan bodoh.

            Contoh lain, cobalah anda bertanya pada para koruptor dan penjahat-penjahat (yang masih berotak waras) itu. apakah mereka ingin dihormati dan dicintai oran lain? Pastilah, dengan senang hati mereka akan menjawab iya. Namun, mengapa mereka justru melakukan perbuatan yang dapat mengundang amarah dan hinaan orang lain?

            Begitu pula dengan kita. Tentu kita ingin menjadi orang yang pintar, sukses, dan dihormati orang lain. Namun, seringkali kita justru melakukan perbuatan yang tidak sejalan dengan hati dan pikiran kita tersebut.

            Okelah, untuk menjawabnya mari kita kembali bermain analogi. Mengambil inspirasi dari banyak fakta yang ada di sekitar kita. Mari kita tengok jenis burung yang satu ini. Ya, burung beo. Burung yang mempunyai keahlian unik, mampu menirukan suara manusia. Mulai dari assalamu’alaikum sampai selamat pagi. Bahkan, burung ini juga mampu menyanyikan lagu-lagu ciptaan manusia.

            Tetapi kawan, kalau kita mau berfikir lebih mendalam, meskipun burung beo ini mampu berucap seperti manusia, apakah si beo benar-benar ingin menjadi manusia? Tentu tidak kawan. Si beo ini tentulah ingin tetap menjadi burung yang terbang bebas di alamnya, dan tetap mempertahankan nilai-nilai “peri ke-burung-an nya”.

            Lalu, mengapa si beo ini mau menirukan manusia? Yang pertama, memang beo mempunyai potensi untuk melakukan hal tersebut (meniru suara-suara lain). yang kedua, karena si beo “di doktrin” oleh sang majikan untuk dapat mirip seperti manusia dengan pembiasaan dan latihan. dan yang ketiga, karena si beo tidak tahu kalau yang dia tirukan itu suara manusia. Dalam benaknya, yang penting dia itu berkicau. Intinya, meskipun di alam bawah sadar si beo tetap ingin menjadi beo, namun karena berbagai factor, diapun bertingkah seperti manusia.

            Nah, manusiapun terkadang juga seperti si beo ini. Niatnya ingin tetap menjadi manusia yang hakiki. Yang berakal cerdas, saling tolong menolong, dan saling mencintai antar sesama manusia. Namun mereka tidak bisa terhindar dari perbuatan yang berlawanan dengan niat hati tersebut. Mengapa? Secara umum ada tiga penyebab.

            Yang pertama, karena manusia punya potensi dan kesempatan untuk melakukan perbuatan salah. Nafsu yang ada pada jiwa manusia, ketika tidak diimbangi dengan akal dan hati yang sehat, dapat mengarahkannya ke arah kesalahan dan kejahatan ketika ada kesempatan. Waspadalah..waspadalah!!

            Yang kedua, karena tekanan situasi dan kondisi baik ekonomi, sosial, maupun politik yang memaksa manusia melakukan kesalahan. Misalnya, rayuan kaum capital yang menggoda masyarakat untuk terus membeli dan membeli, membuat banyak manusia gila harta! Kemudian kurangnya lapangan pekerjaan juga dapat memperbanyak orang yang khilaf. Lemahnya supremasi hukum dan kerumitan system, membuat banyak orang memilih jalan pintas untuk misalnya, mendapatkan ijazah. Dan yang lebih mengerikan, kondisi ini dapat menyebabkan orang terlatih dan terbiasa dengan kesalahan!

            Yang ketiga, saya sependapat dengan Socrates yang mengatakan bahwa manusia itu melakukan kejahatan karena mereka tidak tahu, apa yang baik bagi dirinya. Ya, kurang belajar terkadang membuat manusia banyak melakukan kesalahan. Mereka tidak tahu, apa yang baik bagi diri dan orang lain. Sehingga mereka cenderung melakukan perbuatan yang nampaknya menguntungkan, namun sejatinya dapat merugikan dirinya dan orang lain. Contoh freesex, menenggak alcohol, dll.

            Akhirnya, kita pasti ingin menjadi orang yang terhormat, ingin pintar, ingin sukses, dan ingin kebaikan lainnya. Sementara mereka dalam palung hati yang terdalam juga tidak ingin menjadi manusia bodoh, pencuri, perampok, pembunuh, pelacur, koruptor. Dll. Semua itu, ada sebabnya. Dan obatnya, harus dimulai dari diri sendiri.

            Maka, (nasehat untuk diri sendiri khususnya) jika kita ingin menjadi manusia, mari bersikap seperti manusia yang berperikemanusiaan.

sumber gambar: siburugocehan.blogspot.com

#Rihanan, Trenggalek.2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar