Burung Beo

Contoh lain, cobalah anda bertanya
pada para koruptor dan penjahat-penjahat (yang masih berotak waras) itu. apakah
mereka ingin dihormati dan dicintai oran lain? Pastilah, dengan senang hati
mereka akan menjawab iya. Namun, mengapa mereka justru melakukan perbuatan yang
dapat mengundang amarah dan hinaan orang lain?
Begitu pula dengan kita. Tentu kita
ingin menjadi orang yang pintar, sukses, dan dihormati orang lain. Namun, seringkali
kita justru melakukan perbuatan yang tidak sejalan dengan hati dan pikiran kita
tersebut.
Okelah, untuk
menjawabnya mari kita kembali bermain analogi. Mengambil inspirasi dari banyak
fakta yang ada di sekitar kita. Mari kita tengok jenis burung yang satu ini.
Ya, burung beo. Burung yang mempunyai keahlian unik, mampu menirukan suara
manusia. Mulai dari assalamu’alaikum sampai selamat pagi. Bahkan, burung ini
juga mampu menyanyikan lagu-lagu ciptaan manusia.
Tetapi kawan,
kalau kita mau berfikir lebih mendalam, meskipun burung beo ini mampu berucap
seperti manusia, apakah si beo benar-benar ingin menjadi manusia? Tentu tidak
kawan. Si beo ini tentulah ingin tetap menjadi burung yang terbang bebas di
alamnya, dan tetap mempertahankan nilai-nilai “peri ke-burung-an nya”.
Lalu, mengapa si
beo ini mau menirukan manusia? Yang pertama, memang beo mempunyai potensi untuk
melakukan hal tersebut (meniru suara-suara lain). yang kedua, karena si beo “di
doktrin” oleh sang majikan untuk dapat mirip seperti manusia dengan pembiasaan
dan latihan. dan yang ketiga, karena si beo tidak tahu kalau yang dia tirukan
itu suara manusia. Dalam benaknya, yang penting dia itu berkicau. Intinya,
meskipun di alam bawah sadar si beo tetap ingin menjadi beo, namun karena
berbagai factor, diapun bertingkah seperti manusia.
Nah, manusiapun
terkadang juga seperti si beo ini. Niatnya ingin tetap menjadi manusia yang
hakiki. Yang berakal cerdas, saling tolong menolong, dan saling mencintai antar
sesama manusia. Namun mereka tidak bisa terhindar dari perbuatan yang
berlawanan dengan niat hati tersebut. Mengapa? Secara umum ada tiga penyebab.
Yang pertama,
karena manusia punya potensi dan kesempatan untuk melakukan perbuatan salah.
Nafsu yang ada pada jiwa manusia, ketika tidak diimbangi dengan akal dan hati
yang sehat, dapat mengarahkannya ke arah kesalahan dan kejahatan ketika ada
kesempatan. Waspadalah..waspadalah!!
Yang kedua,
karena tekanan situasi dan kondisi baik ekonomi, sosial, maupun politik yang
memaksa manusia melakukan kesalahan. Misalnya, rayuan kaum capital yang
menggoda masyarakat untuk terus membeli dan membeli, membuat banyak manusia
gila harta! Kemudian kurangnya lapangan pekerjaan juga dapat memperbanyak orang
yang khilaf. Lemahnya supremasi hukum dan kerumitan system, membuat banyak
orang memilih jalan pintas untuk misalnya, mendapatkan ijazah. Dan yang lebih
mengerikan, kondisi ini dapat menyebabkan orang terlatih dan terbiasa dengan
kesalahan!
Yang ketiga, saya
sependapat dengan Socrates yang mengatakan bahwa manusia itu melakukan
kejahatan karena mereka tidak tahu, apa yang baik bagi dirinya. Ya, kurang
belajar terkadang membuat manusia banyak melakukan kesalahan. Mereka tidak
tahu, apa yang baik bagi diri dan orang lain. Sehingga mereka cenderung
melakukan perbuatan yang nampaknya menguntungkan, namun sejatinya dapat
merugikan dirinya dan orang lain. Contoh freesex, menenggak alcohol, dll.
Akhirnya, kita
pasti ingin menjadi orang yang terhormat, ingin pintar, ingin sukses, dan ingin
kebaikan lainnya. Sementara mereka dalam palung hati yang terdalam juga tidak
ingin menjadi manusia bodoh, pencuri, perampok, pembunuh, pelacur, koruptor. Dll.
Semua itu, ada sebabnya. Dan obatnya, harus dimulai dari diri sendiri.
Maka, (nasehat
untuk diri sendiri khususnya) jika kita ingin menjadi manusia, mari bersikap
seperti manusia yang berperikemanusiaan.
sumber gambar: siburugocehan.blogspot.com
#Rihanan, Trenggalek.2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar