Minggu, 02 Februari 2014

"Sisi Baik Kejahatan"

                                                                      "SISI BAIK KEJAHATAN"
Marilah sekali lagi kita berbicara tentang manusia yang melakukan tindak kejahatan/penjahat. Sosok yang menjadi penghuni jeruji besi ini kerapkali kita vonis sebagai penghuni neraka. Namun tidak pasti begitu kawan. Mereka juga mempunyai sisi lain yang menarik dan  pantas kiranya untuk kita amati.

Saya akan memberikan contohnya. Pada saat mereka menonton film yang terdapat tokoh jahat (antagonis) dan tokoh baik (protagonist), bisa dipastikan mereka akan memuji dan membela tokoh protagonisnya.

Ketika menyaksikan tokoh antagonis melakukan adegan jahat semisal menyiksa, merampok, dan membunuh, ternyata mereka ikut geram dan membencinya. Pun begitu sebaliknya. Ketika melihat tokoh protagonist melakukan kebaikan seperti menyelamatkan, mengasihi, dan berbuat baik lainnya, ternyata mereka justru terkagum dan menyukainya.

Yang sedikit membingungkan saya adalah, bahkan seorang perampok pun bisa membenci tindakan perampokan. Seorang pelaku penganiayaan pun benci melihat tindakan kekerasan. Sebaliknya, pelaku tindak kejahatan itu begitu menyukai tindakan-tindakan kebaikan.

Pastinya saya, anda, dan hampir semua manusia yang menonton film ingin melihat tokoh protagonist menang di akhir kisah. Apa jadinya jikalau di akhir cerita green goblin berhasil membunuh spider man, two faces berhasil membunuh Batman, dan kalimat penutupnya adalah: kejahatan akan selalu menang. Jayalah kejahatan??? Meskipun sekarang sudah mulai banyak film yang memberikan ending “penasaran” dimana musuh dalam hal ini masih bertahan, atau film dengan tokoh utama seorang berandalan, namun film jenis ini tetap menyajikan sisi “kebaikan-kebaikan” pada tokoh utama. Perilaku kepahlawanan dan kebaikan akan selalu ada dalam setiap film, karena ini disukai penonton.

Entah benar atau tidak, di saat seperti itu saya melihat wujud sejati manusia yang suci, dan selalu menyukai kebaikan. Film, dalam hal ini menyajikan “khayalan” terpendam mereka tentang kebaikan yang mereka rindukan. Namun dunia nyata, menyajikan kenyataan yang terkadang berlawanan dengan khayalan mereka.

Mari kita ambil contoh sederhana dalam pribadi kita yang kerapkali divonis sebagai “orang baik”. entah karena kita begitu pandai menyembunyikan perilaku buruk kita sehingga kita tetap diberi status orang baik. paling tidak, kita bukan penjahat karena tidak masuk penjara, kan?

Mahasiswa akan senang jika menjadi pintar dan berprestasi. Tapi, mengapa plagiasi, mencontek, membolos, dan perbuatan tidak baik lainnya tetap dilakukan? Saat ditanya pendapat kita tentang orang tamak dan sombong, pasti kita akan menjawab itu tidak baik. tapi, hasrat kita kerapkali bergetar ketika melihat Hp, motor, atau mobil mewah, kan? Para aktivis akan terbakar semangatnya jika membaca sejarah perjuangan dan kebaikan pahlawan masa lalu, namun mengapa ada saja mantan aktivis menjadi koruptor setelah menjabat?

Artinya, secara pribadi memang saya harus mengakui bahwa saya sangat menyukai kebaikan. Tapi, saya tidak selalu bisa menjadi orang baik. saya sangat membenci kejahatan. Tapi, terkadang saya melakukan perbuatan buruk dalam kondisi sangat sadar. Bagaimana dengan anda?

Maka pertanyaan yang menarik adalah, meskipun Fitrah manusia memang suci dan menyukai kebaikan. Lalu, dari mana sebenarnya perilaku jahat itu berasal?

Socrates mengatakan bahwa manusia berbuat jahat karena mereka tidak tahu apa yang baik bagi dirinya. Ilmu psikologi mengatakan sifat/tabiat bawaan lahir manusia ataupun hasil pengaruh dari luar bisa jadi penyebabnya. Aktivis mengatakan tekanan kebutuhan hidup,kurangnya perhatian pemerintah adalah faktor maraknya kejahatan. Agamawan mengatakan nafsu dan syetan biang keladinya. Orang awam mengatakan dengan wajah polos, “ya… semua teori itu benar dan dapat menjadi alasan mengapa manusia berbuat jahat”

Namun pada diri saya dan pada diri mereka (yang berbuat jahat), saya melihat sesuatu yang dinamakan dengan rasa kecewa. Keinginan dan khayalan kita berbeda dengan kenyataan di depan mata. Sehingga terkadang kita terjatuh pada perbuatan yang merugikan diri ataupun orang lain. Dengan kata lain, kita melakukan kejahatan.

Kita ingin pintar, tapi materi pelajaran begitu sulit. Kita ingin berprestasi, tapi ujian semester dan skripsi sulitnya setengah mati. Kita ingin skolah tinggi, tapi dana tak mencukupi. Kita ingin terhindar dari zina, tapi si dia begitu menggoda. kita ingin menjaga mata, tapi pornografi dan pornoaksi selalu tersaji. Bahkan harta berlimpah tak juga memberi kepuasan. Dan..masih banyak kekecewaan lainnya.

Maka, jika kita terus menuruti rasa kecewa kita..kita akan benar-benar menjadi seorang penjahat yang hanya mengkhayal dan mengoceh tentang kebaikan tapi bertingkah buruk secara sembunyi2 atau terang2an. Karena apa? Karena dunia pasti akan mengecewakan. Dia merayu dan menggoda manusia, dia menguji manusia…ketika manusia terlarut (kadunyan) maka dunia akan membenamkan kita pada rasa kecewa sepanjang masa. Itulah tugas dunia kurasa.

Besar keyakinan saya bahwa semua orang memendam rasa cinta pada kebaikan. Namun, Untuk menjadi baik, pintar, alim, mampu menjaga jiwa-raga dari syetan..memang perlu usaha, kan? Janganlah terburu kecewa. Karena ini dunia.

Sebagai penutup, mungkin juga ada kemungkinan bahwa……”semua manusia menyimpan warisan kenangan akan kemulyaan, kebaikan, kenikmatan, dan kesempurnaan surga. Bukankah bapak dan ibu pertama kita, adam dan hawa dahulu tinggal di surga? Dan saat kita lahir ke dunia, kita kecewa karena kenangan yang ada dalam khayalan surga kita tidak sesuai dengan keyataan dunia…haha”.


(untuk koreksi, matur suwun lan monggo..)

sumber gambar: dongeng-naura.blogspot.com

Rihanan, agustus 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar