Oleh Samsul Rihanan
Pernah
terekam dalam ingatan beberapa waktu yang lalu, terkait sekolah yang melarang
muridnya untuk hormat kepada bendera merah putih. Sekolah yang berada di daerah
jawa tengah itu beralasan bahwa hormat kepada bendera adalah perbuatan bid’ah
dan mendekati syirik, serta menyimpang dari ajaran agama (Islam).
Di
sisi lain, pemerintah setempat mengultimatum sekolah tersebut, bila tetap tidak
menghormati negara, maka sekolah tersebut akan di tutup dan izinnya akan di
cabut. Karena di anggap menyimpang dari undang-undang.
Kejadian
ini menjadi bukti bahwa bendera (baca: Negara) belum sepenuhnya menemukan titik
temu dengan agama. Justru titik seteru yang sering kali dijumpai.
Agama
memang mengharuskan umatnya untuk tunduk kepada Tuhan dengan segala
peraturannya agar selamat dunia akhirat. Di lain sisi, negara juga menuntut
adanya rasa patriotisme dan nasionalisme dari warganya guna menjaga
keberlangsungan nafas negara dan bangsa.
Posisi
manusia sebagai umat beragama sekaligus warga negara inilah yang justru menjadi
titik perseteruan. Karena selain harus menjalankan kewajibannya sebagai hamba
Tuhan, juga dituntut untuk menjalankan kewajibannya sebagai warga negara. Di
mana dalam kondisi tertentu memang sering terjadi gesekan antara agama dan negara,
contohnya dalam masalah syariat agama, hukum Negara, dan kebudayaan bangsa.
Negara menyerukan bahwa tanah air ini harus dijaga dengan jiwa nasionalisme dan
patuh terhadap hukum undang-undang. Di sudut lain, kaum yang beragama secara
“puritan” berseru bahwa tanah air ini adalah milik Tuhan, maka harus di jaga
dengan hukum Tuhan. Dua seruan ini bisa menjadi buah simalakama bagi umat
beragama. Bila tidak waspada, bisa menjatuhkan umat ke dalam lembah
pemberontakan dan terorisme dengan dalil menjalankan perintah Tuhan. Yang
faktanya hanya akan menjadi bencana bagi bangsa dan agama itu sendiri. Titik
seteru ini perlu segera diurai guna merajut titik temu agar negara dan agama
bisa berjalan harmonis.
Langkah
pertama bisa di mulai melalui peran organisasi islam seperti NU dan
Muhammadiyah (karena yang sering menjadi isu adalah umat muslim). Organisasi
keagamaan yang sudah dinilai pro-negara ini harus mendakwahkan
(mensosialisasikan) bahwa mematuhi hukum dan menghormati Negara , bukanlah hal
yang menyimpang dari agama. Menghormati negara yang disimbolkan dengan hormat
kepada bendera tidak bisa di katakan syirik, karena hormat itu berbeda dengan
menyembah atau memuja. Contohnya bila kita menghormati kyai, bukan berarti kita
menyembahnya tetapi hormat ini berarti menunjukan penghargaan dan takdzim kita
kepada beliau karena jasa atau ilmunya.
Begitu
juga dengan Negara. Negara telah memberi kita keamanan lewat aparatnya, memberi
pelayanan lewat sarana dan prasarana umumnya, memberi bantuan lewat subsidinya
dan lain sebagainya. Maka dengan ini, pantaslah bagi kita untuk menghormati
bendera sebagai simbol Negara, dengan tetap menyembah kepada Alloh semata.
Apabila ada segelintir orang yang telah menikmati kemudahan dan fasilitas yang
diberikan oleh negara tetapi tidak mau
menghormati Negara, maka pantas jika mereka dikatakan sebagai pemberontak dan mendapatkan
sanksi.
Dalam agama Islam, pemberontakan diperbolehkan
hanya jika penguasa (Negara) melarang umat untuk beribadah. Sedangkan di Indonesia
umat muslim di berikan kebebasan untuk menjalankan ibadah sebebas-bebasnya,
maka pemberontakan sama sekali tidak dibenarkan.
Penghargaan,
hormat, dan salam memang harus kita tunjukan kepada mahkluk hidup yang berakal.
Sedangkan bendera adalah benda mati. Namun perlu diketahui bahwa bendera adalah
symbol bagi bangsa ini. Jadi bila kita hormat kepada bendera berarti kita
menghormati seluruh manusia yang ada di Negara yang benderanya kita hormati.
Sama seperti ketika kita sholat menghadap ka’bah, bukan berarti kita mnyembah
ka’bah tetapi tetap hanya Allah sematalah yang kita sembah.
Negara,
kita akui atau tidak telah banyak membantu kesejahteraan kita. Bila kita
mendapat ancaman maka kita akan mengadu kepada polisi yang merupakan aparat
Negara. Pendidikan anak-anak kita sedikit banyak telah dibantu negara lewat
program-programnya seperti dana BOS. Kesehatan kita juga di perhatikan negara
lewat Jamkesmas dan obat gratis bagi rakyat miskin.
Meski
negara kita nampak masih semrawut, kesejahteraan kurang merata, dan banyak dihuni
mahkluk dzalim seperti para koruptor, namun pasti kita semua sedikit atau banyak
pernah merasakan bantuan yang di berikan negara. Maka sudah wajar jika kita
menghormati negara.
Ilustrasi
sederhanya begini. Ketika kita membutuhkan uang tentu kita akan meminta dan
berdoa kepada Allah SWT. Dan tiba-tiba tetangga kita memberi uang kepada kita.
jadi sebenarnya rezeki itu memang dari Alloh, dan tetangga kita itu adalah
“perantara” pilihan Alloh. Maka yang
harus kita lakukan adalah bersyukur dan sujud kepada Alloh dan juga berterima kasih serta menghormati tetangga
yang membantu kita tadi.
Begitu
juga dengan Negara. Semua rezeki, kemudahan, serta tanah air di dunia ini
memang adalah pemberian Alloh, sedangkan negara yang menjadi perantaranya. Jadi
sangat tepat jika kita bersyukur dan memuja hanya kepada Alloh serta hormat
kepada Negara.
Suatu
hari Rosululloh Muhammad SAW. Pernah meminjam seekor kambing yang kurus kepada
seorang sahabat, kemudian Rosul mengembalikannya dengan kambing yang lebih
gemuk , kemudian Rosul bersabda “muslim yang baik adalah yang tahu
berterimakasih”.
Maka
dari itu, sekali lagi kita perlu hormat kepada bendera merah putih sebagai
symbol penghormatan kepada bangsa dan Negara Indonesia. Bukan karena untuk
menyembah dan memuja bendera, tetapi untuk menunjukan bahwa kita adalah umat
yang tahu caranya “berterimakasih”
“Wallahu’alam Bisshowab”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar